MATERI PENCEGAHAN PERUNDUNGAN/BULLYING
MATERI PENCEGAHAN PERUNDUNGAN/BULLYING
Apa itu Perundungan/Bullying?
https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/
- Sekolah berkewajiban melindungi anak dari perundungan, kekerasan dan intoleransi
- Sekolah perlu terus memperbaiki dan meningkatkan komunikasi dengan orangtua terkait perkembangan anak
- Sekolah harus memiliki tim yang bertugas mencegah dan sebagai call centre. Informasikan orangtua akan tim tersebut
- Terus ingatkan kepada orangtua apabila ada permasalahan terkait anaknya, harap segera menghubungi guru/walikelasnya
- Dalam menangani peristiwa potensi perundungan, ingatkan selalu orangtua untuk tetap tenang. Begitu juga guru/ pihak sekolah harus tenang dan fokus inti permasalahan. Jangan sampai melebar ke masalah lainnya. Tetap tenang dan fokus
- Latih siswa tentang hak dan kewajiba, perjelas makna dan pelaksanaannya
- Bila ada orangtua yang bertanya, tanggapi dengan baik dan santun. Usahakan berikan informasi yang benar dan memiliki sumber yang kuat. Pilah dan pilih kalimat dalam berkomunikasi dengan orangtua
- Pemantauan anak bukan hanya ketika anak melapor saja, tetapi bisa juga ketika anak diam menyendiri atau membuat perilaku yang lain dari kebiasaannya
- Tanggung jawab dasar sekolah mulai dari masuk, hingga anak pulang. Yaitu 1/3 waktu anak dalam sehari. Sedangkan 2/3 nya adalah tanggung jawab orangtua
- Dalam kasus pencegahan perundungan, sekolah perlu memahami langkah-langkah dalam prevensi dan intervensi perundungan
- Langkah prevensi yaitu mengurangi, menghilangkan dan menghambat adanya upaya-upaya munculnya peristiwa perundungan
- Langkah intervensi yaitu menangani, respon cepat, bertindak akurat dalam menyelesaikan peristiwa perundungan
- Orangtua perlu memahami arti dari perundungan/bullying secara benar. Karena banyak terjadi di masyarakat salah memahami arti dari perundungan yang sebenarnya. Banyak yang menganggap apa pun yang tidak sesuai dengan keinginan anak = bully
- Dalam otak terdapat locus of control, yaitu bagian otak yang mengontrol perilaku seseorang. Pada orang dewasa, locus of controlnya sudah internal. Mereka mampu mengendalikan perilakunya sesuai apa yang harusnya dilakukan. Sedangkan pada anak masih cenderung belum mampu mengendalikan perilakunya, karena masih berada pada locus of control eksternal (contoh supaya anteng diberi hp, tidak nangis diberi uang atau jajan, pada bayi supaya tidur diberi susu)
- Anak usia sekolah dasar belum terbentuk kepribadian sejatinya, karena masih dalam tahap perkembangan copying behavior (meniru)
- Banyak kejadian bully yang terjadi bukan karena anak ingin menindas, tapi juga karena butuh pengakuan, pelampiasan, pengalaman, dll
- Anak SD, Child See Child Do : Anak melihat anak melakukan
- Anak juga terkadang punya kemampuan manipulatif, bila tidak terkontrol mereka cenderung suka mengadu berlebihan
- Sekarang banyak kasus Cinderella Syndrome dan Superkid
- Cinderella Syndrome : orangtua merasa superior (berkuasa) dan yang paling tahu tentang anaknya. Bila anak salah atau melakukan hal yang aneh, sepenuhnya salah/tanggung jawab guru. Seluruh hal manja adalah hal yang biasa, perilaku salah pun jadi kebiasaaan
- Superkid : Anak dituntut superior, hebat dan harus mampu disegala bidang. Jika kurang bisa dalam materi/pelajaran tertentu, itu salah guru (Contoh: pohon jambu berbuah nangka, apel, sirsak...apakah mungkin?)
- Kedua kasus tersebut tidak terjadi pada semua orangtua, namun sekarang mulai banyak terjadi. Hal tersebut difaktori oleh banyak hal, seperti kurangnya edukasi pola asuh, tingkat/kualitas pendidikan orangtua, ketidak siapan orangtua mempunyai anak, lemahnya kemampuan pola asuh, dll
- Parenting itu penting bagi orangtua
- Orangtua perlu mengetahui bahwa sampai usia 40 pun, orang masih bisa menerima informasi secara lengkap. Itu dapat terjadi apabila kemampuan belajar di usia dini diasah dan tercapai. Sehingga ketika dewasa mereka tidak cepat kehilangan kemampuan belajar
- Ketika berinteraksi dengan anak, Dengar Berpikir Lakukan Jangan Dengar Lakukan Berpikir
- Sekolah perlu mengedukasi kepada siswa tentang batasan. Mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Mana yang pantas dan mana yang tidak patut
- Orangtua perlu diingatkan untuk tidak menjadikan setiap hal manja anak yang salah yang dianggap biasa, dilakukan terus sehingga menjadi kebiasaan
- Anak perlu diingatkan dan di contohkan mengontrol ego
- Jika orangtua terus-menerus mengiyakan ego anak, akan menghasilkan Generasi Strawberry
- Generasi Strawberry: Bagus luarnya tapi lembek. Anak tidak terbiasa dengan kondisi yang benar, tidak terbiasa keinginan/harapannya terjadi. Anak tidak terbiasa dengan penolakan yang terjadi dan kurang mampu meregulasi egonya. Mereka akhirnya tidak mampu mengelola hormon dan perilakunya
- Pembiasaan bagi guru: "Titip salam ya ke orangtuanya" hal tersebut dapat meningkatkan kedekatan emosional guru, anak dan orangtua. Dengan membiasakan hal tersebut, anak merasa bahwa gurunya sangat kenal dan dekat dengan orangtuanya
- Guru dalam menangani anak juga seharusnya setara, tidak diatas anak. Guru harus bisa masuk ke dunia anak. Guru juga harus bisa jadi teman yang menyenangkan
- Beri edukasi kepada orangtua tentang hal baik yang dibiasakan di sekolah, supaya hal baik itu juga berlanjut di rumah. Contoh: di sekolah piket menyapu, bercerita selalu diapresiasi oleh guru "bagus sekali, luar biasa, wah hebat, mantul". Namun dirumah anak menyapu sendirinya, namun orangtua diam dan terkadang berkata "tumben nyapu". Anak akhirnya hanya fokus pada hal negatifnya secara alam bawah sadarnya, "halah paling ndak diapresiasi". Biasakan kalau anak membantu, beri apresiasi secara pujian, dll. Anak SD suka dengan pujian :)
- Hal baik disekolah yang lain yang perlu dibiasakan di rumah contohnya berdoa. Disekolah berdoa sebelum makan, namun dirumah seringkali tidak dilakukan. Contoh: "bu belom doa" Ibunya tetap menyuapi sambil bilang " Halah cepetan, keburu berangkat sekolah". Hal baik inilah yang hilang, tidak berlanjut di rumah. Sehingga sekarang ini seringkali kita mendengar orangtua ketika ada permasalahan tentang anaknya mengatakan: " Anak saya ndak gitu kok dirumah"
- Perubahan itu memang sulit dan tidak bisa instan, perlu dilakukan setiap hari sedikit demi sedikit. Karena Anak tidak mau berubah, jika dia tidak ingin atau dia tidak merasa butuh berubah
- Kenalkan konsep toleransi sesering mungkin pada anak, supaya terbentuk watak positif
- Pepatah Jawa: "Watuk iso diobati, watak ora iso diobati"
- Jangan biasakan ketika anak melakukan kesalahan, orangtua mengatakan didepan anak yaitu Anak kecil nakal itu ya biasa....Jika dibiasakan akan menjadi kebiasaan buruk bagi anak untuk terus mengulangi hal buruk
- Pada dasaranya anak tidak nakal, hanya orangtua dan guru yang tidak sabar. Tidak sabar menemukan apa yang menjadi penyebab kenakalannya
- Anak yang sering mem-bully perlu dilihat latar belakangnya terlebih dahulu. Perlu melihat dan membuka apa yang menyebabkan dia melakukan hal tersebut
- Jangan cepat memutuskan suatu peristiwa adalah bullying. Karena secara hukum harus ada salah satu alat bukti, yaitu bukti fisik (visum) dan bukti psikis (psikolog)
- Kondisi rumah tentram, dapat meningkatkan potensi kebahagiaan anak
- Paling mudah melihat kondisi rumah anak, yaitu dari kepribadiannya
- Ingat manusia bertindak melalui 2 hal yaitu kognitif dan emosi. Bila kognitif berperan, emosi tidak berperan. Bila emosi mengambil alih, kognitif tidak berperan. Karena itu jika kita emosi bahkan sampai bertindak buruk, terkadang setelah emosinya selesai kita baru berpikir mengapa melakukan itu
- Orangtua perlu memberi batasan pada anak tentang gadget/hp. Karena marak sekali anak terkena adiksi (Kecanduan) pada gadget. Di Malang belum ada pengobatan adiksi
- Memang di era revolusi teknologi 4.0 masyarakat dituntut ahli dan memahami penggunaan teknologi. Namun bila orangtua tidak siap mendampingi anak bermain gadget, maka akan menjadi hal yang buruk
- Sekolah perlu mengedukasi orangtua tentang Terapi Komunikasi. Yaitu bercerita kepada anak tentang apa yang dialami hari ini. Sekali-duakali mungkin anak tidak tertarik, namun semakin lama anak akan tertarik dan fokus pada komunikasi dengan orangtua. "Contoh: Haduh hari ini ayah berangkat kerja setengah 6, di pasar pakis macet parah. Udah kepikiran paling telat ini. Ehh ternyata sampe sekolah masih setengah 7". Melalui cerita orangtua, anak akan mengenal, ohh seperti ini orangtuanya kalau marah, sedih, semangat. Anak juga mendapat transfer emosi, yang nantinya dapat dipelajari anak untuk mengontrol emosi ketika merasakan sesuatu. Anak juga akan mampu mengontrol diri ketika mendengar cerita dari oranglain.
- Terdapat pula contoh kasus dimana orangtua yang memiliki kelebihan ekonomi, namun anaknya cenderung stress dan menjadi pembully. Hal tersebut karena orangtua tersebut merasa mampu menyediakan apapun yang dibutuhkan anak, bahkan ketika anaknya belum meminta. Anak tersebut menjadi bingung, dan kesulitan menentukan dirinya sendiri. Karena semua hal telah dilakukan orangtua, sudah dituntun orangtua. Sehingga anak bingung mau berjalan kemana, anak menganggap apa saj pasti dibolehkan.
- Bullying tidak selalu dilakukan oleh anak bertubuh tinggi besar, namun juga bisa dilakukan oleh yang tubuhnya kecil. Karena bukan tergantung ukuran atau tinggi badanya, namun mentalnya. Oleh karena itu disekolah sering diadakan kegiatan untuk melatih mental anak-anak
- Peristiwa bullying tidak hanya terbatas di sekolah saja, karena bukan tempatnya yang salah. Disetiap tempat pasti ada bullying, bisa ditempat kerja, dll. Peristiwa bullying ibarat "tumbu oleh tutup". Dimana ada pelaku, pasti ada korban
- Karena itu sekolah sangat perlu untuk menciptakan kondisi yang nyaman dan aman. Hal tersebut agar tidak menciptakan potensi pelaku dan korban
- Karakter dan ahlak anak perlu dibentuk dan dijaga sejak kecil. Karena karakter dan ahlak itu ibarat fondasi. Guru berhak untuk memperbaiki fondasi bersama dengan orangtua
- Karena bila fondasi yang buruk dan tidak aman sudah jadi bangunan. Kalau mau memperbaiki harus bongkar semuanya
- Kalau fondasi yang buruk masih dalam tahap pembentukan fondasi. Kalau mau memperbaiki hanya sedikit yang dibetulkan
- Sekolah dalam membina anak perlu membuat batasan dengan orangtua seperti service sepeda motor. Pelanggan beri motornya juga sekaligus kuncinya. Bukan hanya diberi motornya saja, bagaimana mengetahui kondisi motornya nanti. Minta diservice tapi kuncinya ngga diberi
- Penanganan kasus bullying perlu mengecek lingkungan sekitar anak
- Edukasi orangtua jangan melabeli anak dengan sebutan durhaka. Karena bisa saja cek mundur masa lalunya, orangtua sering berbohong kepada anak. Karena anak SD masih dalam tahap pemikiran operasional formal
- Operasional Formal: tahap dimana anak meyakini apa yang dia lihat benar. (Contoh: orangtua mengajak anak jalan-jalan, tiba-tiba anak minta jajan namun orangtua bilang tidak punya uang. Padahal anak lihat dompet orangtuanya ada uangnya banyak).
- Anak belum sampai pada pemikiran membayar pajak, cicilan, shopee pay, ovo, dll. Tidak salah anak apabila berpikir ibu punya uang, karena di dompet ada uangnya. Pemikiran anak masih bermain, belajar,dll
- Bila terdapat peristiwa bullying di sekolah, orangtua dan sekolah harus Fokus. Yaitu fokus pada masalah dan fokus pada tujuan yang ingin dicapai
- Guru juga perlu sering belajar dan latihan fokus. Mau punya apa-jadi apa dulu-sekolah dimana-nilainya berapa
- Masyarakat sekarang kurang dalam literasi sehingga kurang terlatih menentukan fokus tujuan. Contoh: Kalau mau pergi wisata, apa yang pertama kita pikirkan? pasti tujuan. Tapi banyak masyarakat tidak berpikir tujuannya dulu, tapi berpikir mampir-mampir ke mananya dulu.
- Sama seperti memberi semangat sekolah kepada anak orangtua harus menjelaskan tujuannya, asal-asalanya. Contoh: ayok sekolah, penting melbu sekolah, penting sinau, penting budal disik
- Guru juga harus menyadari tujuan menjadi guru, boleh mampir-mampir tapi tidak berlebihan
- Tujuan/impian bagi anak harus: Bisa dibayangkan, bisa dirasakan, bisa didapatkan
- Contoh tujuan anak: Anak ingin punya mobil pajero. Orangtua jelaskan cara mencapai tujuannya, jalannya, dll. Sekolah bantu meraih tujuannya, siapkan ilmunya, dll
- Sekolah perlu membantu orangtua menyusun rute tujuan/impian anak. Walaupun impiannya ndak mungkin. (Astronot, Zilong, power ranger, boboboi, dll). Wajar bila anak punya impian yang aneh-aneh, karena mereka masih tahap operasional formal tadi
- Semakin dewasa, melalui pendampingan orangtua dan bimbingan sekolah impian tadi akan bisa berubah sendirinya
- Namun ada contoh anak ingin menjadi tuhan, karena bisa perintah ini itu. Lakukan bimbingan dengan teknik pantulan. Yaitu mengobrol dengan orang lain, dimana anak tersebut berada disamping kita mendengarkan percakapan kita. Materi obrolan tentang pemahaman positif tentang impian lain yang rasional
- Jangan beri/ contohkan pada anak tentang hal negatif yang berlebihan. Banyak yang memberi energi berlebihan pada hal negatif. Contoh: dapat nilai jelek dimarahi setengah mati, tapi ketika dapat nilai bagus orangtua hanya bertindak wajar
- Sekolah perlu ahli dalam menghadapi berbagai macam orangtua, seperti model mercusuar, tukang laundry dan air.
- Model orangtua mercusuar: Tinggi (superkid) anaknya ibarat monyet yang dileskan berlari. Ibarat kuda yang dicarikan guru profesor renang
- Model orangtua tukang laundry: lepas tangan. Ibarat titip pakaian, diantar dalam kondisi kusut, bau dan kucel. Diambil dalam kondisi rapi, bersih dan wangi. Ketika bajunya ada nodanya, tidak terima.
- Model orangtua air: mengerti wadahnya. Ibarat memahami kondisi anaknya seperti apa, orangtua mendukung kondisi anak sepenuhnya
- Bila kesulitan menghadapi anak pelaku bully, mungkin salah bahasa cinta anaknya
- 5 Bahasa Cinta anak: dipuji, dilayani, ditemani, diberi hadiah, disentuh
- Bila dengan pujian anak membuka sisi defensifnya, berarti itu bahasa cinta anak
- 41% Pelajar berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami perundungan setidaknya beberapa kali dalam satu bulan (Sumber: PISA 2018)
- 2 dari 3 Anak perempuan dan laki-laki usia 13-17 tahun di Indonesia pernah mengalami paling tidak satu jenis kekerasan dalam hidup mereka (Sumber: SNPHAR 2018)
Buku Saku Stop Bullying:
Materi Khusus (Sumber: Cerdasberkarakter):
- Pelanggaran apa yang biasa bapak dan ibu temukan disekolah/tempat tugas?
- Bagaimana respon bapak/ibu terhadap peserta didik yang melanggar tata tertib/kedisiplinan?
- Respon yang sering dilakukan sekolah ketika ada peristiwa kenakalan adalah menasehati, menghukum dan membiarkan
- Orangtua menilai sekolah menasehati anak belum tepat, menghukum anak itu negatif, dan membiarkan anak juga negatif
- Guru mungkin kesulitan bergerak karena (service motor kunci tidak diberi) kurangnya kerjasama dengan orangtua
- Lakukan disiplin positif dengan 4 macam prinsip yaitu related, respectful, reasonable, dan dialogis. Contoh anak mengotori meja dengan sengaja.
- Related (berhubungan dengan kesalahan): logis: membersihkan meja yang dikotori. Tidak tepat: meminta anak berdiri di depan kelas
- Respectful (menghormati anak): logis: tidak membentak anak. Tidak tepat: membentak anak dan langsung menyalahkan di depan anak lainnya
- Reasonable (logis): meminta membersihkan meja yang dikotori saja. Tidak tepat: membersihkan satu kelas
- Dialogis : logis: berdiskusi dengan anak mengapa ia melakukan hal itu, berempati, mengajak anak melihat apa dampaknya. Tidak tepat: menghukum anak membersihkan meja
- Seringkali cara guru dalam memberikan hukuman tidak tepat (tidak logis) sehingga berdampak negatif pada peserta didik seperti rasa malu, bersalah, dan dapat meningkatkan perilaku agresif
- Menerapkan prinsip-prinsip disiplin positif akan membantu peserta didik dalam mengembangkan perilaku positifnya, menjalin komunikasi, saling menghargai satu sama lain, menghargai hak, bertanggung jawab pada perilakunya sehari-hari, dan dalam budaya seperti ini, guru akan menjadi sosok yang diteladani
- Untuk memberikan dukungan kepada orang lain khususnya kepada ANAK, tentunya penting melakukan analisis kebutuhan sebelumnya. Bentuk dukungan yang diberikan orang dewasa terhadap anak terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan anak.
MATERI PENCEGAHAN PERUNDUNGAN/BULLYING
Reviewed by SDN Mergosono 1 Malang
on
11/22/2022 05:26:00 AM
Rating:
Post a Comment